Sabtu, 01 November 2014

Setiap anak mempunyai mimpi

Setiap anak mengenal mimpi atau cita-cita atau angan-angan atau khayalan. Mimpi atau apalah itu adalah satu hal yang gratis. Tapi mengapa hal gratis itu memberatkan hati yang akan terus memikirkan hal tersebut. Bagaimana bisa seorang anak bermimpi apabila ia tak diberi kebebasan untuk menikmati mimpinya. Baru saja ia membayangkan terbang menuju langit yang jauh di sana, seseorang mematahkan sebelah sayapnya. Bagaimana bisa seorang anak bermimpi apabila ia terkena hal berduri yang membuat dia enggan untuk bermimpi lagi. Bagaimana bisa seorang anak bermimpi, jika hal terbesar tak mendukungnya untuk bermimpi.
Disaat anak dikelilingi orang terpenting yang "ber-jabat", "ber-uang", "ber-keadaan", dia bebas bermimpi. Mimpi yang membuatnya merasa akan terus terbang sehingga ia tak pernah berpikir akan jatuh. Ia hanya akan percaya bahwa mimpinya akan menjadi nyata. Berbalik dengan anak yang berkeadaan tapi tidak berkeadaan, ia tak mempunyai ruang untuk bermimpi lebih lanjut, hanya dasar saja.
Tapi sekarang, cobalah pikirkan tentang anak yang mempunyai mimpi ingin bersama -sama dengan kedua orangtuanya. Bukankah mimpi itu sederhana? Tapi mengapa terkesan sangat sulit untuk menjadi nyata. Waktu yang telah merampas detik yang berlalu tak pernah kembali dan tak bisa diubah. Saat mimpi sederhana terus ia genggam, ada mimpi lain yang ingin dia capai dalam hidupnya. Anak itu ingin menjadi "seseorang". Jika ia dapat mencapai ketinggian mimpi itu, maka ia akan membagi kebahagiannya kepada orang-orang yang begitu berarti untuknya.
Sayangnya lagi, jika ketinggian itu tak pernah mendapat doa di setiap hembusan nafas bidadari dan matahari, mimpi itu akan lenyap bak asap rokok yang mengepung lalu pergi.
Lalu, bagaimana dengan nasibnya dalam bermimpi? Apakah ia masih layak bermimpi dengan segala keterbatasan yang ada? Apakah setiap anak yang "katanya" mempunyai mimpi, dan berhak untuk bermimpi-karena mimpi itu gratis-, akan mencapai mimpinya walaupun semua dunia mengolok-oloknya? Mungkinkah ada celahnya untuknya, agar ia dapat menyimpan mimpi itu, dan membukanya kembali saat dunia berubah?